Perkembangan Kreativitas Anak


Hurlock dikutip oleh Semiawan menegaskan bahwa hasil sejumlah studi kreativitas menunjukkan bahwa perkembangan kreativitas mengikuti suatu pola yang dapat diramalkan, ada sejumlah variasi di dalam pola ini. Demikian juga ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap variasi-variasi tersebut. (Semiawan, 1999 : 96) Diantaranya :
a.    Jenis kelamin
Anak-anak lelaki menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi daripada anak perempuan, terutama di masa-masa perkembangan. Di sebagian masyarakat, anak lelaki mendapat perlakuan yang berbeda dari anak perempuan. Anak lelaki mendapat kesempatan yang lebih banyak daripada anak perempuan untuk hidup mandiri, lebih mendapat kesempatan untuk menghadapi resiko, mendapatkan kesempatan dari orang tua dan guru untuk berinisiatif dan menampilkan keasliannya.
b.    Status sosio-ekonomi
Anak-anak yang berlatar belakang sosio-ekonomis lebih tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak-anak yang berlatar belakang rendah. Kelompok pertama diduga mendapatkan perlakuan orangtua yang lebih demokratis, sementara kelompok keduanya lebih banyak mendapat perlakuan otoriter. Kontrol orangtua yang demokratis dapat memelihara kemampuan kreatif dengan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada anak untuk mengekspresikan individualitasnya dan mengejar minat dan aktivitas menurut pilihannya sendiri. Yang lebih penting lagi anak-anak yang berlatar belakang ekonomi tinggi mendapat kesempatan yang lebih banyak utnuk mengakses pengetahuan dan pengalaman yang diperluakan untuk mengembangkan kreativitas, misalnya ke tempat-tempat rekreasi, tempat-tempat penting, dan pusat-pusat informasi yang dapat mendorong anak-anak untuk berimajinasi serta berpikir dan bertindak secara kreatif.
c.    Posisi urutan kelahiran
Faktanya anak yang posisi kelahiran berbeda menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Pernyataan ini memiliki implikasi bahwa lingkungan memiliki kedudukan yang lebih penting dari pada keturunan. Anak tengah dan anak bungsu memungkinkan lebih kreatif daripada anak sulung. Anak sulung cenderung mendapat tekanan yang lebih besar untuk memenuhi harapan orang tua daripada anak berikutnya.
d.    Ukuran besar anggota keluarga
Anak-anak dari keluarga kecil cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari keluarga besar. Hal ini disebabkan oleh pengasuhan dalam keluarga besar menuntut sikap yang lebih otoriter guna bisa mengendalikan anak yang banyak itu. Perlakuan yang otoriter cenderung menghambat perkembangan kreativitas. Sebaliknya anak dari keluarga kecil cenderung mendapat lebih banyak perlakuan yang demokratis. Sikap tersebut memungkinkan bisa mendukung terciptanya suasana dan sikap yang mendukung untuk pengembangan kreativitas.
e.    Lingkungan kota versus desa
Anak-anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari lingkungan desa, karena yang pertama lebih banyak mendapatkan lingkungan yang lebih memberikan stimulasi dalam pengembangan kreativitas. Di kota-kota lebih banyak tempat-tempat, objek-objek, benda-beda, dan tantangan-tantangan yang mengundang setiap anak untuk mengembangkan kemampuan kreatif.
f.    Intelegensi
  Untuk anak yang seusia, anak-anak yang cerdas menunjukan kemampuan kreatif yang lebih dari pada anak-anak yang kurang cerdas. Yang pertama cenderung memiliki ide-ide yang lebih baru ingin mengatasi situasi konflik sosial dan mampu merumuskan lebih banyak alternatif pemecahan terhadap konflik-konflik itu, juga beralasan bahwa anak-anak yang cerdas pada akhirnya pantas dipilih sebagai pemimpin daripada anak-anak seusianya.


DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
Munandar, Utami. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Semiawan, Conny R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Yuwono, Trisno. 2003. Kamus lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola.
Hamdani, Asep Saepul. 2002. Pengembangan Kreativitas. JakartaPustaka As-Syifa.

Peran Guru Dalam Pengembangan Kreativitas Anak

Selama di sekolah, guru mempunyai peran penting terhadap penyesuaian emosional dan sosial anak dan terhadap perkembangan kepribadiannya. Sehubungan dengan perkembangan intelektual, pada semua jenjang pendidikan guru merupakan kunci kegiatan belajar siswa yang berhasil guna (efektif), terutama pada tingkat sekolah dasar. Hal ini mudah dipahami karena di sekolah dasar umumnya seluruh pelajaran dipegang oleh guru kelas, kecuali mingkin untuk pelajaran seperti Agama, Olahraga, dan Kesenian yang menuntut keterampilan khusus dari guru.
Masalah khusus yang berhubungan dengan pengajaran anak berbakat pada dasarnya merupakan masalah bagaimana menghadapi perbedaan-perbedaan anak. Perbedaan dalam peran guru berdasarkan ciri-ciri khas anak berbakat, yang terampil dalam situasi belajar dan cara guru menangani ciri-ciri tersebut. Karena falsafah pendidikan mengakui adanya perbedaan individual dan bertujuan mengembangkan bakat dan kemampuan setiap anak didik secara optimal, maka dengan sendirinya kualifikasi guru harus berbeda sesuai dengan sifat-sifat dan kemampuan anak didik.Apakah implikasinya bagi guru anak berbakat? Implikasi tersebut disimpulkan oleh Barbed an Renzulli (Munandar, 1999: 62) sebagai berikut:
1.     Memahami diri sendiri
Pertama-tama guru perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya dipengaruhi oleh apa yang dilakukan guru, tapi juga bagaimana guru melakukannya.Mustahil mengharapkan seseorang dapat memahami kebutuhan, perasaan, dan perilaku orang lain, jika ia tidak mengenal diri sendiri. Dalam menghadapi siswa-siswanya, guru yang baik selalu menilai kemampuan, persepsi, motivasi, dan perasaan-perasaanya sendiri. Guru perlu menyadari baik kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahannya. Anak berbakat akan paling maju di bawah bimbingan guru yang memiliki kecerdasan cukup tinggi, memiliki pengetahuan umum yang luas, serta menguasai mata pelajaran yang diajarkannya secara cukup mendalam.
Jika guru pada saat-saat tertentu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat menjawab pertanyaan siswanya, adalah lebih baik mengatakan “Saya tidak tahu: marilah kita cari jawabannya bersama-sama!” atau “Berilah saya waktu untuk memikirkannya!” Jawaban seperti ini akan lebih mendapat penghargaan dan kepercayaan siswa daripada jika guru menjawab asal saja. Mengapa? Karena anak berbakat bersifat kritis, mempunyai kemampuan penalaran yang tinggi, dan suka mempertanyakan segala sesuatu.
Guru perlu juga menguji perasaan-perasaannya terhadap anak berbakat. Sikap menguji atau mempertanyakan dari anak berbakat dapat menjengkelkan guru yang bersifat otoriter. Penjelasan guru yang biasanya diterima begitu saja oleh kebanyakan anak mungkin diragukan oleh anak berbakat. Jika guru menunjukkan perasaan tidak senang oleh pertanyaan-pertanyaan anak berbakat, ia dapat mematikan rasa ingin tahu anak, sedangkan guru yang terbuka terhadap gagasan dan pengalaman baru akan meluaskan dimensi minat anak.
2.    Memiliki pengertian tentang keberbakatan
Di samping memahami diri sendiri, guru guru perlu memiliki pengertian tentang keberbakatan. Oleh karena itu, guru yang akan membina anak berbakat perlu memperoleh informasi dan pengalaman mengenai keberbakatan, tentang apa yang diartikan tentang keberbakatan, bagaimana ciri-ciri anak berbakat, dan dengan cara-cara apa saja kebutuhan pendidikan anak berbakat dapat terpenuhi. Dengan mengetahui kebutuhan-kebutuhan pendidikan anak berbakat, guru akan menyadari bahwa anak-anak ini memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang terletak di luar jangkauan kurikulum biasa.
3.    Sebagai fasilitator belajar
Setelah anak berbakat diidentifikasi, guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai dengan perkembangan yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak. Sehubungan dengan ini guru hendaknya lebih berfungsi sebagai  fasilitator belajar daripada sbagai instructor (pengajar) yang menentukan semuanya. Fungsi pendidik adalah mempersiapkan siswa untuk belajar seumur hidup. Setiap anak dilahirkan dengan rasa ingin tahu. Ia terbuka terhadap pengalaman baru dan belajar dari pengalamannya sesuai dengan kebutuhannya. Hanya sayang, pada waktu anak mulai masuk sekolah sering dorongan alamiah untuk belajar ini terkekang karena kurikulu yang kaku dan program belajar yang tidak beragam (berdiferensiasi), artinya tidak disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
Jika dorongan alamiah ini terhambat di sekolah, rasa ingin tahu anak akan mati dan berganti menjadi sikap apatis, acuh tak acuh. Karena itu, diperlukan motivasi eksternal (berupa dorongan, pujian, teguran dari guru dan orang tua) dan system penghargaan (nilai-nilai prestasi belajar, angka rapor) untuk menumbuhkan minat anak. Terutama anak yang cerdas dan berbakat dengan rasa ingin tahu yang kuat dan minat yang luas akan merasa terhambat dengan kurikulum yang hanya berorientasi pada mayoritas anak.
Barbe dan Renzulli (Munandar, 1999: 64) mengungkapkan beberapa saran untuk guru yang dapat diterapkan pada semua anak, tetapi terutama penting demi peningkatan kebiasaan belajar seumur hidup dari anak berbakat:
a.    Bentuklah pengalaman belajar dengan rasa ingin tahu alamiah anak dengan menghadapkan masalah-masalah yang relevan dengan kebutuhan, tujuan, dan minat anak.
b.    Perkenankanlah anak untuk ikut serta dalam menyusun dan merencanakan kegiatan-kegiatan belajar.
c.    Berikanlah pengalaman dari kehidupan nyata yang meminta peran serta aktif anak dan kembangkan kemampuan yang perlu untuk itu.
d.    Bertindaklah, lebih sebagai sumber belajar daripada sebagai penyampai infomasi; jangan paksakan pengetahuan yang belum siap diterima anak.
e.    Usahakan agar program belajar cukup luwes untuk mendorong siswa melakukan penyelidikan, percobaan, (eksperimen), dan penemuan sendiri.
f.    Doronglah dan hargailah inisiatif, keinginan mengetahui dan menguji, serta orisinalitas.
g.    Biarkan anak belajar dari kesalahannya dan menerima akibatnya (tentu saja selama tidak berbahaya dan membahayakan).
4.    Memberi tugas yang bermakna
Guru anak berbakat lebih banyak memberikan tantangan daripada tekanan. Prakarsa dan keuletan anak berbakat membuatnya tertarik terhadap tantangan. Ia senang menguji kemampuan dan penglamannya terhadap tugas yang bermakna baginya. Ia merasa tertantang untuk menjajaki hal yang sulit dan belum diketahui. Anak yang berbakat dan kreatif cepat bosan dengan tugas-tugas rutin dan yang hanya mengulang-ulang.
5.    Memperhatikan perkembangan kemampuan anak
Guru anak berbakat tidak hanya memperhatikan produk atau hasil belajar siswa, tetapi lebih-lebih proses belajar. Belajar bagaimana harus menyadari bahwa belajar (learn) lebih penting daripada menguasai bahan pengetahuan semata-mata. Anak yang tahu bagaimana harus belajar untuk seumur hidupnya akan dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari.
Macam kegiatan belajar yang lebih berorientasi kepada proses daripada terhadap produk semata-mata dapat dilihat dari contoh-contoh berikut ini.
·         Pemecahan masalah dengan lebih menekankan pada proses memperoleh jawaban daripada jawabannya sendiri.
·         Membuat klasifikasi (penggolongan).
·         Membandingkan dan mempertentangkan.
·         Membuat pertimbangan sesuai dengan criteria tertentu.
·         Menggunakan sumber-sumber (kamus, ensiklopedi, perpustakaan).
·         Melakukan proyek penelitian.
·         Melakukan diskusi.
·          Membuat perencanaan kegiatan.
·         Mengevaluasi pengalaman.
6.    Guru anak berbakat lebih baik memberikan umpan-balik daripada penilaian.
Agar menjadi orang dewasa yang mandiri dan percaya pada diri sendiri, anak harus belajar bagaimana menilai pengalaman dan prestasi belajarnya. Anak yang berbakat cukup mampu melakukan penilaian diri sejak mereka masuk sekolah. Guru perlu memberi umpan-balik dan model prilaku, namun seyogyanya anaklah yang menilai diri sendiri.
Anak harus belajar menilai pekerjaannya sendiri, tidak dalam angka tetapi dalam kaitan dengan kebutuhan dan tujuannya. Penilaian oleh diri sendiri ini disebut evaluasi intrinsik sedangkan penilaian dari luar (oleh orang lain) disebut evaluasi ekstrinsik. Ini tidak berarti bahwa guru tidak boleh menilai kemajuan dan prestasi anak. Hal ini perlu agar guru dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan anak sebagai dasar untuk membantu meningkatkan prestasinya. Guru dapat memberikan umpan-balik dengan membuat catatan yang menyatakan dimana letak kesalahan anak dan bagaimana ia sendiri dapat memperbaikinya. Jika nilai dalam bentuk angka harus diberikan, maka sebaiknya dilengkapi dengan catatan penjelasan.
7.    Guru anak berbakat harus menyediakan beberapa alternatif strategi belajar.
Termasuk salah satu hal penting yang perlu diketahui anak ialah bahwa ada lebih dari satu cara untuk mencapai sasaran atau tujuan, ada macam-macam kemungkinan jawaban terhadap satu masalah, ada beberapa cara untuk mengelompokkan objek, dan ada beberapa sudut pandang dalam diskusi. Sering guru menekankan bahwa suatu tujuan atau jawaban hanya dapat dicapai dengan satu cara, bahwa hanya satu jawaban yang benar terhadap suatu masalah.
Hendaknya anak diperbolehkan menjajaki beberapa cara atau jalan untuk mencapai tujuan. Kreativitas akan berkembang dalam suasana yang memberika kebebasan untuk menyelidiki. Jika anak tidak dengan sendirinya melihat macam-macam jalan yang dapat ditempuh, hendaknya guru mengarahkan sehingga ia dapat melihat adanya macam-macam alternative strategi belajar.
8.    Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa percaya diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam menentukan pendapat dan keputusan. Hendaknya setiap anak merasa aman untuk mencoba cara-cara baru dan menjajaki gagasan-gagasan baru di dalam kelas. Banyak anak yang kreatif terlambat dalam ungkapan diri karena takut mendapat kritik, takut gagal, takut membuat kesalahan, takut tidak disenangi guru, atau takut tidak memenuhi harapan orang tua.
Dengan menciptakan suasana di dalam kelas dimana setiap anak merasa dirinya diterima dan dihargai, serta guru menunjukkan bahwa ia percaya akan kemampuan anak, maka akan terpupuk rasa harga diri anak. Beberapa saran yang dapat diberikan:
·         Guru menghargai kreativitas anak.
·         Guru bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan baru.
·         Guru mengakui dan menghargai adanya perbedaan individual.
·         Guru bersikap menerima dan menunjang anak.
·          Guru menyediakan pengalaman belajar yang berdiferensiasi.
·         Guru cukup memberikan struktur dalam mengajar sehingga anak tidak merasa ragu-ragu tetapi di lain pihak cukup luwes sehingga tidak menghambat pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif anak.
·         Setiap anak ikut mengambil bagian dalam merencanakan pekerjaan sendiri dan pekerjaan kelompok.
·         Guru tidak bersikap sebagai tokoh yang “maha mengetahui” tetapi menyadari keterbatasannya sendiri.
Jelaslah bahwa peran guru sangat penting, tidak hanya dalam mempengaruhi belajar siswa selama di sekolah, tetapi juga dalam mempengaruhi masa depan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
Munandar, Utami. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Semiawan, Conny R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Yuwono, Trisno. 2003. Kamus lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola.
Hamdani, Asep Saepul. 2002. Pengembangan Kreativitas. Jakarta: Pustaka As-Syifa.

Landasan Psikologi Anak


Landasan Psikologi
a. Psikologi anak
      Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi di mana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Anak baru dikenal sebagai anak setelah Rousseau, bahwa anak membutuhkan kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya, berbeda dengan orang dewasa. Sehingga sejak permulaan abad ke-20 anak kian mendapat perhatian dan menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Yang akhirnya menimbulkan aliran yang disebut progresif, dan kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak, yaitu “Child-centered curriculum”.
b. Psikologi belajar
Pendidikan menyangkut perilaku manusia itu sendiri sehingga tidak terlepas dengan unsur-unsur psikologi. Anak-anak dapat belajar, menguasai sejumlah pengetahuan, mengubah sikapnya, menerima norma-norma dan menguasai sejumlah keterampilan karena proses belajar dan pendidikan itu sendiri.
Menurut Tyior (1968), psikologi digunakan dalam perencanaan kurikulum untuk tiga tujuan, yaitu (1) sebagai pedoman dalam penyusunan program mata pelajaran untuk belajar dan mengajar, (2) sebagai metode empirik untuk mempelajari bagaimana materi kurikulum ditransaksi dalam mengajar, dan (3) sebagai sumber pengkajian penilaian proses dan hasil belajar.
Program-program pendidikan yang disusun dalam kegiatan belajar dan mengajar harus disesuaikan sesuai dengan tingkat perkembangan usia peserta didik yang akan mempelajari materi atau bahan pelajaran.
Tingkat perkembangan usia peserta didik ini merupakan salah satu kajian dari psikologi perkembangan. Bagaimana bahan pelajaran ini dapat diserap atau dikuasai oleh peserta didik hanya dapat diketahui melalui pengkajian psikologi belajar. Psikologi belajar memusatkan perhatiannya untuk mempelajari bagaimana peserta didik belajar melalui kegiatan belajar mengajar yang bermakna.Untuk mengetahui proses penyerapan atau penguasaan bahan ajar dikuasai oleh peserta didik maka diperlukan adanya suatu pengukuran atau pengujian.
Landasan psikologis dimaksudkan, bahwa proses belajar mengajar harus memperhatikan prinsip psikologis, baik teori tentang belajar maupun perkembangan individu. Terdapat beberapa kelompok teori belajar, diantaranya:
·         Teori Behaviorisme
Salah satu tokoh dari teori ini adalah Skinner. Para penganut ini berpandangan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku. Artinya, anak sebagai organisme yang merespon setiap stimulus dari dunia sekitarnya, bisa berupa ganjaran (reward) atau penguatan (re inforcement).
Fungsi guru dalam kaitannya dengan teori ini adalah menyajikan stimulus tertentu yang dapat membangkitkan respon siswa berupa hasil belajar yang diinginkan. Sehingga bahan pelajaran harus dipilah-pilah menjadi butir-butir informasi, lalu diurut mulai dari yang sederhana sampai kepada yang paling kompleks.
·         Teori Perkembangan Kognitif
Salah satu tokoh dari penganut aliran ini Peaget. Para penganut teori ini beranggapan bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh reward dan re inforcement, tetapi juga tingkah laku seseorang didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Untuk itu anak harus dibimbing secara berhati-hati dan diberi pelajaran yang sesuai dengan perkembangan mentalnya, dengan kata lain apa yang diberikan kepada anak didik harus disesuaikan dengan perkembangan kognitifnya. Sehingga, guru dapat menyesuaikan pendekatan-pendekatan apa yang harus diberikan dan materi apa yang akan disuguhkan sesuai dengan tingkat dan kemampuan olah pikir anak didik tersebut, sehingga besar kemungkinan hasil belajar yang dicapai akan optimal.
·         Teori Humanistik
Tokoh utama penganut aliran ini adalah Rogers dan Combs. Aliran ini berpendapat bahwa setiap individu dapat menentukan tingkah lakunya sendiri terlepas dari lingkungan. Penyusunan dan penyajian materi harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. karena tujuan utama pendidik adalah membantu masing-masing individu untuk mengenal diri sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
·         Teori Kepribadian
Dipelopori oleh Pech dan Havighurdt, dimana mereka mengembangkan tipologi kepribadian yang disebut sebagai “teori motivasi”, menurutnya ada 5 tipe watak yang berpengaruh terhadap pola motivasi individu, antara lain:
1. Tipe a-moral: anak sepenuhnya egosentris, ia memuaskan diri tanpa menghiraukan perasaan orang lain.
2. Tipe expedient: anak egosentris, patuh tanpa pemiliki sistem moral internal dan dengan demikian dapat memuaskan kebutuhan diri, jadi ia diatur oleh kontrol eksternal.
3. Tipe konformis: anak berusaha memenuhi tuntutan eksternal karena takut tidak mendapat perhatian dan penghargaan, jadi anak masih belum mempunyai sistem moral internal.
4. Tipe irrational conscientious: artinya anak memiliki sistem moral internal tentang yang baik dan yang buruk, akan tetapi dalam pelaksanaannya ia sangat ketat dan kaku tanpa pengizinkan pengecualian atau pertimbangan sehingga tampaknya seperti mengabaikan perasaan orang lain, karena itu orang menganggapnya irrational.
5. Tipe alturistik rational: sistem moral anak sangat berkembang, ia menyadari kebutuhan dan keinginan orang lain dan ia sangat sensitif dan rela berkorban untuk orang lain. (S. Nasution, 1989: 33)
Tiap individu berkembang melalui tahapan-tahapan perkembangan yang antara satu individu dengan individu lainnya berbeda-beda dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Dengan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa memahami dan mempelajari teori belajar merupakan faktor penting yang harus dipelajari dan dikuasai oleh guru dalam rangka pelaksanaan pengajaran. Seorang guru harus mengetahui bagaimana cara belajar siswa. Dengan demikian seorang guru dapat menyesuaikan dirinya dengan kondisi belajar anak dan dapat menetapkan metode apa yang cocok dipakai agar sesuai dengan tujuan dan karakteristik siswanya.


DAFTAR PUSTAKA

Jihad, Asep. 2008. Pengembangan Kurikulum Matematika (Tinjauan Teoritis dan Historis). Bandung: Multi Pressindo.
Nasution, S. 2011. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurdin, Syafruddin. 2005. Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum Teaching.


Pembuatan Alat Pembersih Botol Sederhana

Isi ulang air di botol minum memang sangat praktis. Tetapi, jangan lupa untuk mencucinya setiap kali air habis digunakan. Kebanyakan orang hanya membilas botol minum mereka menggunakan air putih atau bahkan tak pernah mencucinya, karena terlihat bersih.
Menurut penelitian terbaru, sering mengisi ulang air di botol minum bisa menyebabkan munculnya bakteri. Situs Treadmill Reviews yang bertugas untuk EmLab P & K menguji 12 botol air minum. Mereka menguji berbagai model botol minum yang telah digunakan para atlet selama seminggu tanpa dicuci.
Hasilnya pun mengejutkan. Mereka menemukan sejumlah sel bakteri hidup dari 12 botol minum yang diuji tersebut.
Botol minum dengan model slide top ditemukan memiliki kandungan kuman tertinggi. Mereka menemukan bakteri coccus gram positif yang dapat menyebabkan infeksi kulit, pneumonia, dan keracunan darah.
"Minum dari botol-botol ini bisa lebih buruk dibanding makan makanan dari piring hewan peliharaan Anda," tulis situs tersebut. Bakteri itu bisa bersembuyi di sela-sela tutup botol yang kadang lupa dibersihkan. Kelembaban pada botol minum yang tidak dicuci itu dinilai menjadi penyebab berkembangnya bakteri.
Sebaiknya menggunakan botol minum stainless steel dibanding berbahan plastik. Hindari botol minum yang terdapat banyak celah kecil, sehingga sulit dijangkau untuk dibersihkan. Bagian yang tidak terjangkau oleh sikat pembersih botol bisa menjadi rumah bagi kuman penyakit.
Pentingnya mencuci botol minum setelah setiap pemakaian. Jangan terus-menerus isi ulang botol minum dan tunggu waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu untuk mencucinya.


Pembuatan Alat Pembersih Botol Sederhana
A.   Alat dan Bahan
·         Dinamo
·         Pulpen
·         Kain kecil
·         Karet gelang
·         Kawat tembaga
·         Baterai

B.    Langkah-langkah:
1.     Siapkan alat dan bahan.
2.    Keluarkan isi pulpen, dan gunakan batang pulpennya saja,
3. Lilitkan kain ke batang pulpen, lalu gunting membentuk rumbai-rumbai dan ikat ujungnya menggunkana karet gelang.
4.   Tancapkan ujung pulpen pada dinamo kemudian rekatkan supaya kuat
5.   Hubungkan batu baterai dengan dinamo menggunakan kawat tembaga hingga memutar
6.    Dan lihatlah hasilnya, pembersih botol sederhana siap digunakan

C.    Cara Pemakaian
1.     Siapkan botol yang ingin dibersihkan.
2.    Hubungkan dinamo dengan baterai hingga alat memutar.
3.    Masukan  alat kedalam mulut botol dan arahkan sesuai keinginan


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Sulaiman, Herlina. 2010/2011. Penuntun Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Remaja. Makassar: Bintang Timur.
https://id.wikipedia.org/wiki/Botol, diunggah pada tanggal 16 Desember 2016.
http://lampung.tribunnews.com/2016/08/12/jarang-cuci-botol-minum-ini-akibatnya, diunggah pada tanggal 16 Desember 2016

_DN_

Membuat Media Dakonmatika untuk Materi FPB SD

Alat dan bahan :
1. Gunting
2. Penggaris
3. Spidol
4. Lem
5. Doubletape
6. Gelas plastik
7. Sterofoam
8. Sedotan dibentuk bintang
9. Kertas HVS


Cara pembuatan :
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Tempelkan gelas plastik pada stereofoam
3. Buat urutan nomor dari 1-27 menggunakan kertas HVS dan tempelkan nomor secara berurutan diatas gelas plastik yang sudah di tempelkan pada sterofoam
4. Media pembelajaran dakonmatika telah siap digunakan

Petunjuk penggunaan :
1. Misalkan mencari FPB dari 6 dan 4
2. Maka orang pertama menaruh 6 biji dakon dalam lingkaran A dan orang kedua menaruh 4 biji dakon dalam lingkaran B
3. Orang pertama memerhatikan biji-biji pada lingkaran A dan orang kedua memperhatikan biji-biji pada lingkaran B
4. Orang pertama meletakkan biji pada bilangan yang merupakan faktor dari 6 dan orang kedua meletakkan biji pada bilangan yang merupakan faktor dari 4
5. Bilangan terbesar dimana terdapat 2 biji dengan warna berbeda merupakan faktor persekutuan terbesar dari kedua bilangan tersebut. Jadi 2 merupakan FPB dari 6 dan 4
6.    Permainan diulang dengan soal yang berbeda lainnya


_DN_