Perkembangan Kreativitas Anak


Hurlock dikutip oleh Semiawan menegaskan bahwa hasil sejumlah studi kreativitas menunjukkan bahwa perkembangan kreativitas mengikuti suatu pola yang dapat diramalkan, ada sejumlah variasi di dalam pola ini. Demikian juga ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap variasi-variasi tersebut. (Semiawan, 1999 : 96) Diantaranya :
a.    Jenis kelamin
Anak-anak lelaki menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi daripada anak perempuan, terutama di masa-masa perkembangan. Di sebagian masyarakat, anak lelaki mendapat perlakuan yang berbeda dari anak perempuan. Anak lelaki mendapat kesempatan yang lebih banyak daripada anak perempuan untuk hidup mandiri, lebih mendapat kesempatan untuk menghadapi resiko, mendapatkan kesempatan dari orang tua dan guru untuk berinisiatif dan menampilkan keasliannya.
b.    Status sosio-ekonomi
Anak-anak yang berlatar belakang sosio-ekonomis lebih tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak-anak yang berlatar belakang rendah. Kelompok pertama diduga mendapatkan perlakuan orangtua yang lebih demokratis, sementara kelompok keduanya lebih banyak mendapat perlakuan otoriter. Kontrol orangtua yang demokratis dapat memelihara kemampuan kreatif dengan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada anak untuk mengekspresikan individualitasnya dan mengejar minat dan aktivitas menurut pilihannya sendiri. Yang lebih penting lagi anak-anak yang berlatar belakang ekonomi tinggi mendapat kesempatan yang lebih banyak utnuk mengakses pengetahuan dan pengalaman yang diperluakan untuk mengembangkan kreativitas, misalnya ke tempat-tempat rekreasi, tempat-tempat penting, dan pusat-pusat informasi yang dapat mendorong anak-anak untuk berimajinasi serta berpikir dan bertindak secara kreatif.
c.    Posisi urutan kelahiran
Faktanya anak yang posisi kelahiran berbeda menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Pernyataan ini memiliki implikasi bahwa lingkungan memiliki kedudukan yang lebih penting dari pada keturunan. Anak tengah dan anak bungsu memungkinkan lebih kreatif daripada anak sulung. Anak sulung cenderung mendapat tekanan yang lebih besar untuk memenuhi harapan orang tua daripada anak berikutnya.
d.    Ukuran besar anggota keluarga
Anak-anak dari keluarga kecil cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari keluarga besar. Hal ini disebabkan oleh pengasuhan dalam keluarga besar menuntut sikap yang lebih otoriter guna bisa mengendalikan anak yang banyak itu. Perlakuan yang otoriter cenderung menghambat perkembangan kreativitas. Sebaliknya anak dari keluarga kecil cenderung mendapat lebih banyak perlakuan yang demokratis. Sikap tersebut memungkinkan bisa mendukung terciptanya suasana dan sikap yang mendukung untuk pengembangan kreativitas.
e.    Lingkungan kota versus desa
Anak-anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari lingkungan desa, karena yang pertama lebih banyak mendapatkan lingkungan yang lebih memberikan stimulasi dalam pengembangan kreativitas. Di kota-kota lebih banyak tempat-tempat, objek-objek, benda-beda, dan tantangan-tantangan yang mengundang setiap anak untuk mengembangkan kemampuan kreatif.
f.    Intelegensi
  Untuk anak yang seusia, anak-anak yang cerdas menunjukan kemampuan kreatif yang lebih dari pada anak-anak yang kurang cerdas. Yang pertama cenderung memiliki ide-ide yang lebih baru ingin mengatasi situasi konflik sosial dan mampu merumuskan lebih banyak alternatif pemecahan terhadap konflik-konflik itu, juga beralasan bahwa anak-anak yang cerdas pada akhirnya pantas dipilih sebagai pemimpin daripada anak-anak seusianya.


DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
Munandar, Utami. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Semiawan, Conny R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Yuwono, Trisno. 2003. Kamus lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola.
Hamdani, Asep Saepul. 2002. Pengembangan Kreativitas. JakartaPustaka As-Syifa.

Peran Guru Dalam Pengembangan Kreativitas Anak

Selama di sekolah, guru mempunyai peran penting terhadap penyesuaian emosional dan sosial anak dan terhadap perkembangan kepribadiannya. Sehubungan dengan perkembangan intelektual, pada semua jenjang pendidikan guru merupakan kunci kegiatan belajar siswa yang berhasil guna (efektif), terutama pada tingkat sekolah dasar. Hal ini mudah dipahami karena di sekolah dasar umumnya seluruh pelajaran dipegang oleh guru kelas, kecuali mingkin untuk pelajaran seperti Agama, Olahraga, dan Kesenian yang menuntut keterampilan khusus dari guru.
Masalah khusus yang berhubungan dengan pengajaran anak berbakat pada dasarnya merupakan masalah bagaimana menghadapi perbedaan-perbedaan anak. Perbedaan dalam peran guru berdasarkan ciri-ciri khas anak berbakat, yang terampil dalam situasi belajar dan cara guru menangani ciri-ciri tersebut. Karena falsafah pendidikan mengakui adanya perbedaan individual dan bertujuan mengembangkan bakat dan kemampuan setiap anak didik secara optimal, maka dengan sendirinya kualifikasi guru harus berbeda sesuai dengan sifat-sifat dan kemampuan anak didik.Apakah implikasinya bagi guru anak berbakat? Implikasi tersebut disimpulkan oleh Barbed an Renzulli (Munandar, 1999: 62) sebagai berikut:
1.     Memahami diri sendiri
Pertama-tama guru perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya dipengaruhi oleh apa yang dilakukan guru, tapi juga bagaimana guru melakukannya.Mustahil mengharapkan seseorang dapat memahami kebutuhan, perasaan, dan perilaku orang lain, jika ia tidak mengenal diri sendiri. Dalam menghadapi siswa-siswanya, guru yang baik selalu menilai kemampuan, persepsi, motivasi, dan perasaan-perasaanya sendiri. Guru perlu menyadari baik kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahannya. Anak berbakat akan paling maju di bawah bimbingan guru yang memiliki kecerdasan cukup tinggi, memiliki pengetahuan umum yang luas, serta menguasai mata pelajaran yang diajarkannya secara cukup mendalam.
Jika guru pada saat-saat tertentu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat menjawab pertanyaan siswanya, adalah lebih baik mengatakan “Saya tidak tahu: marilah kita cari jawabannya bersama-sama!” atau “Berilah saya waktu untuk memikirkannya!” Jawaban seperti ini akan lebih mendapat penghargaan dan kepercayaan siswa daripada jika guru menjawab asal saja. Mengapa? Karena anak berbakat bersifat kritis, mempunyai kemampuan penalaran yang tinggi, dan suka mempertanyakan segala sesuatu.
Guru perlu juga menguji perasaan-perasaannya terhadap anak berbakat. Sikap menguji atau mempertanyakan dari anak berbakat dapat menjengkelkan guru yang bersifat otoriter. Penjelasan guru yang biasanya diterima begitu saja oleh kebanyakan anak mungkin diragukan oleh anak berbakat. Jika guru menunjukkan perasaan tidak senang oleh pertanyaan-pertanyaan anak berbakat, ia dapat mematikan rasa ingin tahu anak, sedangkan guru yang terbuka terhadap gagasan dan pengalaman baru akan meluaskan dimensi minat anak.
2.    Memiliki pengertian tentang keberbakatan
Di samping memahami diri sendiri, guru guru perlu memiliki pengertian tentang keberbakatan. Oleh karena itu, guru yang akan membina anak berbakat perlu memperoleh informasi dan pengalaman mengenai keberbakatan, tentang apa yang diartikan tentang keberbakatan, bagaimana ciri-ciri anak berbakat, dan dengan cara-cara apa saja kebutuhan pendidikan anak berbakat dapat terpenuhi. Dengan mengetahui kebutuhan-kebutuhan pendidikan anak berbakat, guru akan menyadari bahwa anak-anak ini memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang terletak di luar jangkauan kurikulum biasa.
3.    Sebagai fasilitator belajar
Setelah anak berbakat diidentifikasi, guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai dengan perkembangan yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak. Sehubungan dengan ini guru hendaknya lebih berfungsi sebagai  fasilitator belajar daripada sbagai instructor (pengajar) yang menentukan semuanya. Fungsi pendidik adalah mempersiapkan siswa untuk belajar seumur hidup. Setiap anak dilahirkan dengan rasa ingin tahu. Ia terbuka terhadap pengalaman baru dan belajar dari pengalamannya sesuai dengan kebutuhannya. Hanya sayang, pada waktu anak mulai masuk sekolah sering dorongan alamiah untuk belajar ini terkekang karena kurikulu yang kaku dan program belajar yang tidak beragam (berdiferensiasi), artinya tidak disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
Jika dorongan alamiah ini terhambat di sekolah, rasa ingin tahu anak akan mati dan berganti menjadi sikap apatis, acuh tak acuh. Karena itu, diperlukan motivasi eksternal (berupa dorongan, pujian, teguran dari guru dan orang tua) dan system penghargaan (nilai-nilai prestasi belajar, angka rapor) untuk menumbuhkan minat anak. Terutama anak yang cerdas dan berbakat dengan rasa ingin tahu yang kuat dan minat yang luas akan merasa terhambat dengan kurikulum yang hanya berorientasi pada mayoritas anak.
Barbe dan Renzulli (Munandar, 1999: 64) mengungkapkan beberapa saran untuk guru yang dapat diterapkan pada semua anak, tetapi terutama penting demi peningkatan kebiasaan belajar seumur hidup dari anak berbakat:
a.    Bentuklah pengalaman belajar dengan rasa ingin tahu alamiah anak dengan menghadapkan masalah-masalah yang relevan dengan kebutuhan, tujuan, dan minat anak.
b.    Perkenankanlah anak untuk ikut serta dalam menyusun dan merencanakan kegiatan-kegiatan belajar.
c.    Berikanlah pengalaman dari kehidupan nyata yang meminta peran serta aktif anak dan kembangkan kemampuan yang perlu untuk itu.
d.    Bertindaklah, lebih sebagai sumber belajar daripada sebagai penyampai infomasi; jangan paksakan pengetahuan yang belum siap diterima anak.
e.    Usahakan agar program belajar cukup luwes untuk mendorong siswa melakukan penyelidikan, percobaan, (eksperimen), dan penemuan sendiri.
f.    Doronglah dan hargailah inisiatif, keinginan mengetahui dan menguji, serta orisinalitas.
g.    Biarkan anak belajar dari kesalahannya dan menerima akibatnya (tentu saja selama tidak berbahaya dan membahayakan).
4.    Memberi tugas yang bermakna
Guru anak berbakat lebih banyak memberikan tantangan daripada tekanan. Prakarsa dan keuletan anak berbakat membuatnya tertarik terhadap tantangan. Ia senang menguji kemampuan dan penglamannya terhadap tugas yang bermakna baginya. Ia merasa tertantang untuk menjajaki hal yang sulit dan belum diketahui. Anak yang berbakat dan kreatif cepat bosan dengan tugas-tugas rutin dan yang hanya mengulang-ulang.
5.    Memperhatikan perkembangan kemampuan anak
Guru anak berbakat tidak hanya memperhatikan produk atau hasil belajar siswa, tetapi lebih-lebih proses belajar. Belajar bagaimana harus menyadari bahwa belajar (learn) lebih penting daripada menguasai bahan pengetahuan semata-mata. Anak yang tahu bagaimana harus belajar untuk seumur hidupnya akan dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari.
Macam kegiatan belajar yang lebih berorientasi kepada proses daripada terhadap produk semata-mata dapat dilihat dari contoh-contoh berikut ini.
·         Pemecahan masalah dengan lebih menekankan pada proses memperoleh jawaban daripada jawabannya sendiri.
·         Membuat klasifikasi (penggolongan).
·         Membandingkan dan mempertentangkan.
·         Membuat pertimbangan sesuai dengan criteria tertentu.
·         Menggunakan sumber-sumber (kamus, ensiklopedi, perpustakaan).
·         Melakukan proyek penelitian.
·         Melakukan diskusi.
·          Membuat perencanaan kegiatan.
·         Mengevaluasi pengalaman.
6.    Guru anak berbakat lebih baik memberikan umpan-balik daripada penilaian.
Agar menjadi orang dewasa yang mandiri dan percaya pada diri sendiri, anak harus belajar bagaimana menilai pengalaman dan prestasi belajarnya. Anak yang berbakat cukup mampu melakukan penilaian diri sejak mereka masuk sekolah. Guru perlu memberi umpan-balik dan model prilaku, namun seyogyanya anaklah yang menilai diri sendiri.
Anak harus belajar menilai pekerjaannya sendiri, tidak dalam angka tetapi dalam kaitan dengan kebutuhan dan tujuannya. Penilaian oleh diri sendiri ini disebut evaluasi intrinsik sedangkan penilaian dari luar (oleh orang lain) disebut evaluasi ekstrinsik. Ini tidak berarti bahwa guru tidak boleh menilai kemajuan dan prestasi anak. Hal ini perlu agar guru dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan anak sebagai dasar untuk membantu meningkatkan prestasinya. Guru dapat memberikan umpan-balik dengan membuat catatan yang menyatakan dimana letak kesalahan anak dan bagaimana ia sendiri dapat memperbaikinya. Jika nilai dalam bentuk angka harus diberikan, maka sebaiknya dilengkapi dengan catatan penjelasan.
7.    Guru anak berbakat harus menyediakan beberapa alternatif strategi belajar.
Termasuk salah satu hal penting yang perlu diketahui anak ialah bahwa ada lebih dari satu cara untuk mencapai sasaran atau tujuan, ada macam-macam kemungkinan jawaban terhadap satu masalah, ada beberapa cara untuk mengelompokkan objek, dan ada beberapa sudut pandang dalam diskusi. Sering guru menekankan bahwa suatu tujuan atau jawaban hanya dapat dicapai dengan satu cara, bahwa hanya satu jawaban yang benar terhadap suatu masalah.
Hendaknya anak diperbolehkan menjajaki beberapa cara atau jalan untuk mencapai tujuan. Kreativitas akan berkembang dalam suasana yang memberika kebebasan untuk menyelidiki. Jika anak tidak dengan sendirinya melihat macam-macam jalan yang dapat ditempuh, hendaknya guru mengarahkan sehingga ia dapat melihat adanya macam-macam alternative strategi belajar.
8.    Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa percaya diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam menentukan pendapat dan keputusan. Hendaknya setiap anak merasa aman untuk mencoba cara-cara baru dan menjajaki gagasan-gagasan baru di dalam kelas. Banyak anak yang kreatif terlambat dalam ungkapan diri karena takut mendapat kritik, takut gagal, takut membuat kesalahan, takut tidak disenangi guru, atau takut tidak memenuhi harapan orang tua.
Dengan menciptakan suasana di dalam kelas dimana setiap anak merasa dirinya diterima dan dihargai, serta guru menunjukkan bahwa ia percaya akan kemampuan anak, maka akan terpupuk rasa harga diri anak. Beberapa saran yang dapat diberikan:
·         Guru menghargai kreativitas anak.
·         Guru bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan baru.
·         Guru mengakui dan menghargai adanya perbedaan individual.
·         Guru bersikap menerima dan menunjang anak.
·          Guru menyediakan pengalaman belajar yang berdiferensiasi.
·         Guru cukup memberikan struktur dalam mengajar sehingga anak tidak merasa ragu-ragu tetapi di lain pihak cukup luwes sehingga tidak menghambat pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif anak.
·         Setiap anak ikut mengambil bagian dalam merencanakan pekerjaan sendiri dan pekerjaan kelompok.
·         Guru tidak bersikap sebagai tokoh yang “maha mengetahui” tetapi menyadari keterbatasannya sendiri.
Jelaslah bahwa peran guru sangat penting, tidak hanya dalam mempengaruhi belajar siswa selama di sekolah, tetapi juga dalam mempengaruhi masa depan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
Munandar, Utami. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Semiawan, Conny R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Yuwono, Trisno. 2003. Kamus lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola.
Hamdani, Asep Saepul. 2002. Pengembangan Kreativitas. Jakarta: Pustaka As-Syifa.